Jakarta – Wabah virus Corona (COVID-19) di China selatan membuat kegiatan di pelabuhan penting untuk perdagangan global lumpuh. Kondisi itu menyebabkan backlog pengiriman barang yang bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk diselesaikan dan menyebabkan kekurangan pasokan selama musim belanja liburan akhir tahun.
Kekacauan mulai terjadi bulan lalu ketika pihak berwenang di provinsi Guangdong di China selatan, rumah bagi beberapa pelabuhan peti kemas tersibuk di dunia membatalkan penerbangan, mengunci komunitas dan menangguhkan perdagangan di sepanjang garis pantainya untuk mengendalikan lonjakan kasus COVID-19 yang begitu cepat. Demikian dilansir CNN, Senin (21/6/2021).
Beruntungnya tingkat infeksi telah membaik, dan banyak operasi telah dimulai kembali. Tapi kerusakan terlanjur terjadi. Yantian, sebuah pelabuhan sekitar 50 mil sebelah utara Hong Kong menangani barang-barang yang akan mengisi 36.000 kontainer berukuran 20 kaki setiap hari ditutup selama hampir seminggu akhir bulan lalu setelah infeksi ditemukan di antara pekerja dermaga.
Meski pelabuhan telah dibuka kembali tapi masih beroperasi di bawah kapasitas. Hal itu menciptakan tumpukan besar kontainer yang menunggu untuk berangkat dan kapal yang menunggu untuk berlabuh.
Kemacetan di Yantian telah meluas ke pelabuhan peti kemas lain di Guangdong, termasuk Shekou, Chiwan, dan Nansha. Semuanya berlokasi di Shenzhen atau Guangzhou, pelabuhan peti kemas komprehensif terbesar keempat dan kelima di dunia. Efek domino tersebut menciptakan masalah besar bagi industri perkapalan dunia.
Kepala analis pengiriman untuk Bimco, Peter Sand mengatakan tumpukan kontainer di Yantian menambahkan gangguan ekstra pada rantai pasokan global yang sudah tertekan, termasuk jalur pelayaran yang signifikan.
“(Orang-orang) mungkin tidak menemukan semua yang mereka cari di rak saat berbelanja hadiah Natal di akhir tahun,” ujarnya.
Pada hari Kamis, menurut data Refinitiv lebih dari 50 kapal kontainer sedang menunggu untuk berlabuh di Delta Sungai Mutiara Luar Guangdong. Itu merupakan backlog terbesar sejak 2019.
Terhalangnya operasi di Yantian saja sudah mengkhawatirkan. Menurut perkiraan terbaru oleh CEO konsultan Denmark Vespucci Maritime, Lars Jensen pelabuhan tersebut tidak dapat menangani sekitar 357.000 muatan peti kemas sepanjang 20 kaki sejak akhir Mei. Jumlah itu lebih besar dari total volume pengiriman yang terkena dampak penutupan enam hari Terusan Suez pada bulan Maret.
Operasi pelabuhan Yantian telah pulih hingga sekitar 70% dari tingkat normal. Tapi itu diperkirakan tidak akan kembali ke kapasitas penuh sampai akhir Juni.
Kemacetan di China selatan telah membuat perusahaan pelayaran besar memperingatkan klien tentang penundaan, perubahan rute dan tujuan kapal, dan lonjakan biaya.
Maersk, operator kapal dan pelayaran peti kemas terbesar di dunia memberi tahu klien minggu lalu bahwa kapal dapat ditunda di Yantian setidaknya selama 16 hari.
Sementara perusahaan mengatakan akan mengalihkan beberapa operator ke pelabuhan alternatif, tapi itu tidak serta merta menyelesaikan masalah. Maersk memperingatkan bahwa waktu tunggu di tempat-tempat seperti pelabuhan lain di Shenzhen, Guangzhou, dan Hong Kong dapat meningkat karena semakin banyak kapal yang membanjiri.
Raksasa pengiriman Hapag-Lloyd, MSC, dan Cosco Shipping telah menaikkan tarif pengiriman untuk kargo antara Asia dan Amerika Utara atau Eropa. MSC misalnya, mengatakan bulan ini bahwa mereka akan meningkatkan biaya pengiriman dari Asia ke Amerika Utara sebanyak US$ 3.798 per kontainer berukuran 45 kaki.
Menurut Drewry Shipping yang berbasis di London, tarif untuk delapan rute utama Timur-Barat semuanya melonjak dari periode yang sama tahun lalu. Lonjakan harga terbesar terjadi di sepanjang rute dari Shanghai ke Rotterdam di Belanda yang melonjak 534% dari tahun lalu menjadi lebih dari US$ 11.000 untuk kontainer 40 kaki.
Tarif angkutan kontainer rata-rata dari China ke Eropa baru-baru ini mencapai US$ 11.352,33, merupakan level tertinggi setidaknya sejak 2017 menurut Refinitiv.
Krisis di Guangdong memperburuk ketegangan pada industri global yang sudah menggeliat. Di Amerika Serikat misalnya, pelabuhan-pelabuhan utama di sepanjang pantai California sudah tersumbat oleh kapal-kapal kontainer, memperburuk kemacetan di gerbang perdagangan terbesar negara itu dengan Asia.
Federasi Ritel Nasional meminta Presiden AS Joe Biden awal pekan ini untuk mengatasi kebuntuan di pelabuhan AS. Dalam sepucuk surat kepada Biden.
“(Masalah tersebut) tidak hanya menambah hari dan minggu ke rantai pasokan kami, tetapi telah menyebabkan kekurangan persediaan, memengaruhi kemampuan kami untuk melayani pelanggan kami,” ujar federasi.
Sumber : https://finance.detik.com